Hoegeng Imam Santoso... Sang Polisi Jujur

"Di Indonesia cuma ada 3 polisi yg ga bisa disuap. Pertama, Pak Hoegeng, Kedua, Patung Polisi, Ketiga, Polisi tidur!"
Gus Dur

Ia berani menolak sogokan. Ia berani membongkar ketidakbenaran.

Nama Hoegeng Imam Santoso mungkin kurang familiar. Tapi, kalau menyebut nama Hoegeng saja, pasti ditujukan kepada mantan kapolri yang terkenal jujur, sederhana, disiplin, bersih, tak mempan sogokan.

Nama Hoegeng Imam Santoso pemberian ayahnya sejak lahir. Waktu kecil perawakan dia bugel (gemuk) seperti ubi, lama-kelamaan dia dipanggil Bugeng, akhirnya berubah Hugeng. Tapi, setelah dewasa hingga akhir hayat tubuh Hoegeng tidak pernah gendut.

Kejujuran Hoegeng dalam keseharian maupun di lingkungan Polri tak diragukan lagi. Semua tercatat dalam buku yang diterbitkan Bentang Pustaka, Yogyakarta, Hoegeng. Saat bertugas di Medan, Sumatra Utara (Sumut), banyak peristiwa mencengangkan dilakukan ayah tiga anak ini. Dia mengeluarkan secara paksa perabotan di rumah dinasnya. Perabotan mahal-mahal itu ditaruh di pinggir jalan. Kelakuan itu bukan tanpa alasan. Barang-barang itu sebagai pelicin dari cukong agar bisnis ilegalnya berjalan mulus.

Hoegeng juga pernah marahmarah sambil melemparkan berbagai hadiah (parsel) ke luar jendela. Walaupun nilainya kecil, tetap saja itu sogokan, dan pasti ada maunya. Peristiwa itu seperti baru terjadi kemarin sore dan hingga kini melegenda di Kepolisian RI, khususnya di Medan, kata Jenderal Pol Kuntarto yang menjadi kapolda Sumut tahun 1987-1988.

Kehadiran Hoegeng di Sumut untuk menumpas bisnis ilegal, penyelundupan, dan judi. Bisnis itu berjalan lancar, karena saat itu ada backing dari oknum tentara dan oknum polisi. Hoegeng kemudian merunut jejak praktik kongkalikong itu. Ia menemukan, ujung-ujungnya adalah Cina Medan. Sedangkan oknum aparat tak lebih sebagai kacungnya. Sebuah kenyataan yang amat memalukan,gumam Hoegeng dengan geram dihalaman 50 buku itu.

Di tangan pria kelahiran Pekalongan ini, para penjudi dan penyelundup tak bisa berkutik. Semua ditangkap, termasuk para backing diproses secara hukum. Sukses di Sumut, Hoegeng mendapat tugas memberantas KKN di Jawatan Imigrasi, lalu menjadi menteri Iuran Negara. Dia pun berhasil menjalankan tugasnya. Lalu dikembalikan ke kepolisian sebagai kapolri menggantikan Soetjipto yang mundur.

Hoegeng dilantik oleh Presiden Soeharto pada 15 Mei 1968. Sebelumnya, Soeharto mengingatkan kepada Hoegeng agar polisi tak memikirkan tugas angkatan lain yang memiliki fungsi tempur. Hendaknya polisi menjalankan tugas sesuai fungsinya, dan jangan ada lagi faksi di kalangan perwira yang membuat persaingan tidak sehat. Hoegeng setuju. Namun, dia juga meminta agar angkatan lain pun tidak mencampuri urusan intern Kepolisian. Soeharto hanya diam. Bahkan hingga berhenti sebagai kapolri, Hoegeng tidak tahu bagaimana sikap Soeharto yang sebenarnya.

Selama menjadi kapolri, Hoegeng sangat disiplin. Sebelum jam tujuh pagi sudah datang di kantor. Dari rumah dinasnya di Menteng menuju Mabes Polri di Kebayoran Baru selalu ditempuh dengan rute berbeda. Cara ini dilakukan agar kapolri mengetahui kondisi lalu lintas, termasuk kesiagaan polisi lalu lintasnya. Jika terjadi kemacetan di ja lan, ia tak ragu turun dari ken daraannya mengatur lalu lintas. Hoegeng menjalankan dengan ikhlas, seraya memberi contoh kepada anak buahnya di lapangan.

Sebagai pucuk pimpinan Kepolisian, Hoegeng pun dekat dengan masyarakat. Baginya tidak perlu ada gardu penjaga di halaman rumah agar setiap orang tidak merasa takut atau enggan bertamu ke rumahnya. Dia menjadikan rumahnya sebagai perumahan komando yang terbuka 24 jam untuk urusan dinas kepolisian.

Selama ia menjabat sebagai kapolri ada dua kasus menggemparkan masyarakat. Pertama kasus Sum Kuning, yaitu pemerkosaan terhadap penjual telur, Sumarijem, yang diduga pelakunya anak-anak petinggi teras di Yogyakarta. Ironisnya, korban perkosaan malah dipenjara oleh polisi dengan tuduhan memberi keterangan palsu. Lalu merembet dianggap terlibat kegiatan ilegal PKI. Nuansa rekayasa semakin terang ketika persidangan digelar tertutup. Wartawan yang menulis kasus Sum harus berurusan dengan Dandim 096.

Hoegeng bertindak. Kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Mahaesa. Jadi, walaupun keluarga sendiri, kalau salah tetap kita tindak. Geraklah the sooner the better, tegas Hoegeng di halaman 95.

Kasus lainnya yang menghebohkan adalah penyelundupan mobil-mobil mewah bernilai miliaran rupiah oleh Robby Tjah jadi. Berkat jaminan eseseorang, pengusaha ini hanya beberapa jam mendekam di tahanan Komdak. Sungguh berkuasanya si penjamin sampai Ke jaksaan Jakarta Raya pun memetieskan kasus ini. Siapakah si penjamin itu?

Tapi, Hoegeng tak gentar. Di kasus penyelundupan mobil mewah berikutnya, Robby tak berkutik. Pejabat yang terbukti menerima sogokan ditahan. Rumor yang santer, gara-gara membongkar kasus ini pula yang menyebabkan Hoegeng di pensiunkan, 2 Oktober 1971 dari jabatan kapolri. Kasus ini ter nya ta me libatkan sejumlah pe jabat dan perwira tinggi ABRI (hlm 118).

Bayangan banyak orang, memasuki masa pensiun orang pertama di kepolisian pasti menyenangkan. Tinggal menikmati rumah mewah berikut isinya, kendaraan siap pakai. Semua itu diperoleh dari sogokan para peng usaha.

Ternyata masa menyenangkan itu tidak berlaku bagi Hoegeng yang anti disogok. Pria yang pernah dinobatkan sebagai The Man of the Year 1970 ini pensiun tanpa memiliki rumah, kendaraan, maupun barang mewah. Rumah dinas menjadi milik Hoegeng atas pemberian dari Kepolisian. Beberapa kapolda patungan membeli mobil Kingswood, yang kemudian menjadi satu-satunya mobil yang ia miliki.

Selanjutnya, kegiatan masa pensiun suami dari Merry ini menyanyi, mengisi acara musik hawai di TVRI, melukis, dan obrolan di radio. Dia pun tetap peduli dengan Kepolisian. Jika ada hal-hal yang menyimpang, ia akan mengirim memo atau melaporkan ke petinggi Polri.

Seperti pada 1977, dia menerima laporan ada perwira polisi mempunyai rumah mewah di Kemang. Hoegeng gerah. Hasil penyelidikannya, ternyata terjadi korupsi mencapai Rp 6 miliar di bagian keuangan. Kasus ini melibatkan deputi kapolri, polisi bintang tiga, dan tiga perwira polisi. Ruang gerak dan hak ayah tiga anak ini terbelenggu sejak bergabung di Petisi 50, yang rajin mengkritik Soeharto.

Di buku setebal 334 halaman ini banyak nilai-nilai yang bisa dipetik oleh pembaca. Ternyata dalam sejarah kepolisian ada seorang jenderal yang jujur, antisogokan, sederhana, merakyat, dan siap melindungi siapa pun yang membutuhkan.

Kisah Hoegeng menjadi oase menyejukkan di tengah perilaku kolutif dan koruptif. Andaikan kepribadian Hoegeng bisa ditiru oleh banyak orang, betapa bahagianya menjadi rakyat Indonesia. Seharusnya buku ini menjadi buku saku bagi mereka.

Hoegeng meninggal dalam usia 82 tahun karena stroke. Namanya tetap harum, dan tak tergantikan. Ia yang membuat lambang Perguruan Tinggi Ilmu Kepo lisian (PTIK), karena kemahirannya melukis. Keingin annya memisahkan TNI dan Polri, kini sudah terlaksana. Ia pula yang mengganti sebutan panglima Angkatan Kepolisian menjadi kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (kapolri), dan ia pula yang mencetuskan perlunya penggunaan helm bagi pengendara sepeda motor. vie

sumber : Koran Republika, Minggu, 07 Juni 2009

0 Responses